Ditulis Oleh:
Sumber artikel Bimbinganislam.com
Baru-baru ini banyak beredar mitos berkaitan perkara ghaib, berikut artikel yang akan membahasa sikap seorang mukmin dan mitos berkaitan dengan perkara ghaib:
Sikap Mukmin Terhadap Perkara Ghaib
Mengimani serta mempercayai perkara ghaib adalah bagian penting dari keimanan, bahkan rukun iman yang enam itu semua berkaitan dengan hal-hal ghaib. Jika seseorang mengingkari satu saja dari keenam rukun ini maka ia menjadi orang yang kafir dengan kesepakatan para ulama. Allah Ta’ala berfirman :
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah : 2-3)
Di dalam menyikapi perkara ghaib ini manusia minimalnya terbagi menjadi tiga kelompok:
[1] Kelompok yang menolak hal yang ghaib baik secara total maupun sebagian
Kelompok ini adalah kaum rasionalis mu’tazilah, pemikiran kuno yang masih saja muncul di era ini dengan format lain namun hakikatnya sama saja. Mereka memiliki ideologi berupa pengingkaran terhadap beberapa perkara ghaib yang dijelaskan oleh syariat. Seperti pengingkaran mereka terhadap adanya sihir, kesurupan, hari kebangkitan, surga, neraka, azab kubur, keluarnya Dajjal, turunnya Isa bin Maryam di akhir zaman, keluarnya Ya’juj Ma’juj, Imam Al-Mahdi, dan lainnya.
[2] Kelompok ekstrim yang meyakini serta mengklaim perkara ghaib secara melampaui batas, sehingga mereka meyakini hal-hal ghaib yang tidak diterangkan oleh syariat.
Kelompok ini didominasi oleh kaum syiah, kaum sufi serta para dukun dan para dajjal yang sangat gemar dengan keghaiban berbau klenik di luar batasan syariat. Demikian pula para penganut agama Ardhiyyi atau agama yang tidak bersumber dari langit, namun ia murni agama hasil rekayasa manusia. Mereka meyakini keghaiban karena faktor mimpi, cerita-cerita, hikayat-hikayat, serta pengaruh ajaran animisme dan dinamisme. Diantara bentuk keekstriman mereka adalah apa yang akan kita baca bersama pada pembahasan tentang mitos-mitos perkara ghaib yang akan datang insyaAllah.
[3] Kelompok yang lurus yaitu kelompok yang meyakini perkara ghaib sesuai dengan batasan syariat
Mereka meyakini perkara ghaib yang dijelaskan oleh syariat dan menahan diri dari pengakuan mengetahui akan perkara ghaib yang tidak memiliki sandaran sama sekali dari syariat. DR Muhammad As-Sayyid dalam makalah beliau berjudul ‘Kaitan antara akal dengan ilmu ghaib’ menyatakan :
إنَّ الاعتصام بالنصِّ الصحيح في قضايا الغيب كان منهجًا أقومَ في منطق العقل نفسه، ذلك أن العقل مطالب بالإيمان به، وفي نفس الوقت ليس مؤهَّلاً للبحث فيه، كما هو شأْنه في عالم الشهادة، ولَم يطلب منه الشرع البحث فيه، لأنَّ الله لا يكلِّف نفسًا إلاَّ وُسعها، ولا يُكلِّفها إلاَّ ما أتاها، وسبيله الوحيد إلى التعرُّف على الغيب هو خَبَرُ المعصوم عن الله الذي قال لصحابته: قد تَركْتُكم على البيضاء، ليْلُها كنهارِها، لا يَزِيغ عنها بعدي إلا هالكٌ
“Sesungguhnya berpegang teguh dengan dalil yang shahih di dalam permasalahan ghaib adalah merupakan metode yang kokoh menurut akal itu sendiri. Yang demikian karena akal dituntut untuk mengimani perkara ghaib, pada waktu yang bersamaan ia tidak memiliki kapasitas untuk mencapai perkara ghaib sebagaimana ia mampu mencapai hal-hal yang real.
Dan syariat tidak menuntut akal untuk mencapai perkara ghaib karena Allah tidak membebani makhluk melainkan sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya. Dan jalan satu-satunya untuk mengetahui hal yang ghaib adalah dengan merujuk kepada khabar yang dibawa oleh Nabi dari Allah yang mana beliau pernah mengatakan kepada para sahabatnya: ‘Aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang terang benderang, malamnya seperti siangnya tidak menyimpang darinya sepeninggalku melainkan ia akan tersesat.’”
(Hadits Irbadh bin Sariyah yang terkenak diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Muqaddimah hal. 43, Ahmad : 4/126, Ibnu Abi ‘Ashim di dalam As-Sunnah : 48, 49)
Mitos-mitos Seputar Perkara Ghaib
Banyak mitos berkembang di tengah masyarakat berkaitan dengan perkara ghaib ini, mitos ini muncul karena lemahnya aqidah tauhid pada diri mereka serta banyaknya syubhat yang dihembuskan secara masif baik melalui media, media sosial, atau bahkan ceramah keagamaan sekalipun sering kali memberikan doktrin-doktrin yang keliru tentang perkara ghaib yang tidak jarang justru menodai kemurnian aqidah itu sendiri.
[1] Jin dan malaikat mengetahui perkara ghaib
Ini adalah anggapan yang keliru karena bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yang benar baik jin maupun malaikat mereka juga tidak mengetahui keghaiban, Allah Ta’ala berfirman ketika menjelaskan kejahilan Jin yang tidak menyadari kematian Nabi Sulaiman ‘alaihis salam :
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَىٰ مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ ۖ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba’ : 14)
Imam Ibnu Katsir menyatakan :
يذكر تعالى كيفية موت سليمان -عليه السلام-، وكيف عَمَّى الله موته على الجانّ المسخرين له في الأعمال الشاقة، فإنه مكث متوكئًا على عصاه
“Allah Ta’ala menyebutkan proses kematian Sulaiman alaihissalam dan proses bagaimana Allah menyembunyikan kematian itu dari pengetahuan jin yang dibuat tunduk kepada Sulaiman untuk melaksanakan pekerjaan berat. Sesungguhnya Sulaiman (wafat dalam keadaan) bersandar pada tongkatnya.” (Tafsir Ibnu Katsir : 6/501)
[2] Orang mati bisa hidup kembali menjadi arwah gentayangan
Allah Ta’ala berfirman:
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata : ‘Ya Rabb-ku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan’. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mukminun : 99-100).
[3] Ngalap berkah
Mengambil keberkahan sangat dianjurkan di dalam agama Islam, hanya saja kita dilarang meyakini bahwa sebuah lokasi, waktu ataupun benda itu memiliki keberkahan kecuali jika ada dalil syariat yang menunjukkannya. Contoh lokasi yang mengandung berkah adalah masjid secara umum, Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, Masjid Nabawi, Maqam Ibrahim, Mina, Sofa, Marwa, Negeri Syam, dan lain-lain yang dijelaskan syariat. Contoh benda yang mengandung berkah adalah Hajar Aswad, Air Hujan, Ka’bah, susu, zaitun, kambing, onta, pohon kurma, dan lainnya. Contoh waktu yang mengandung berkah adalah bulan Ramadhan, Lailatul Qadar, hari Arafah, hari Tasyriq, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan semacamnya.
Lokasi, benda, dan waktu, yang tidak dijelaskan oleh syariat bahwa ia mengandung berkah, maka tidak boleh bagi kita meyakini keberkahan ada padanya. Karena keberkahan adalah bagian dari keghaiban yang tidak diketahui kecuali oleh Allah Ta’ala.
Contoh lokasi yang diklaim mengandung berkah padahal tidak ada dalilnya adalah padang Karbala yang dikultuskan oleh orang syiah, kuburan para wali yang dikeramatkan, dan lain-lain. Contoh benda yang diklaim memiliki berkah padahal tidak, diantaranya: tanah Karbala, benda-benda pusaka serta jimat yang diklaim memiliki berkah, kotoran kebo yang dikeramatkan dan lainnya yang tidak berdalil. Contoh waktu yang diklaim mengandung berkah diantaranya: malam jumat kliwon, malam Nisfu Sya’ban, Hari raya Ghadir Khum, dan semacamnya.
[4] Kepercayaan wujud jin yang keliru
Masyarakat kita masih banyak meyakini akan wujud jin yang beraneka ragam jenisnya. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan perwujudan jin yang mereka yakini. Padahal jenis-jenis perwujudan jin yang mereka ini tidak sama sekali memiliki landasan serta dalil yang kuat dari syariat.
عن أبي ثعلبة الخشني، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: الجن على ثلاثة أصناف: صنف كلاب وحيات، وصنف يطيرون في الهواء، وصنف يحلون ويظعنون
Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyany berkat : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jin itu ada tiga jenis, jin yang memiliki sayap dan bisa terbang diudara, jin yang berupa ular dan kalajengking, serta jin yang suka berpindah-pindah.” (HR. Thabrany : 18020, Al-Hakim : 2/495, Ibnu Hibban : 6256 dan dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 3114)
[5] Mempercayai Zodiak, tukang ramal, dan perdukunan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad : 9532 dishahihkan oleh Imam Al-Albani di dalam Shahihut Targhib Wat Tarhib : 3047)
Ditulis Oleh:
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA.
Dewan konsultasi Bimbingan Islam (BIAS), alumni MEDIU, dai asal klaten
Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله klik disini