Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Bagaimana cara mengingat Allah ketika akan tidur? Ini ada ayat yang disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin.
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Adzkar, Bab 249. Dzikir Ketika Menjelang Tidur
Allah Ta’ala berfirman,
إنَّ في خَلْقِ السَّماوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُولِي الأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” (QS. Ali Imran: 190-191)
Penjelasan Ayat
Sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (2:386) karya Ibnu Katsir, yang dimaksud dengan ulil albab dalam ayat ini adalah yang memiliki akal yang sempurna yang cerdas yang mengetahui segala sesuatu dengan hakikatnya secara detail. Mereka bukanlah yang tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara yang tidak bisa berpikir.
Sifat ulil albab disebutkan selanjutnya,
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.”
Adapun yang dimaksud dengan dzikir dalam ayat ini ada beberapa pendapat:
- Dzikir secara umum.
- Dzikir di sini adalah shalat.
- Dzikir yang dimaksud adalah rasa takut.
Pendapat terakhir, menurut Syaikh Musthafa Al-‘Adawi tidak ada indikasi yang menunjukkan makna tersebut. Pendapat kedua adalah makna khusus, sedangkan pendapat pertama adalah makna lebih umum dan inilah makna yang lebih tepat dari Al-Qur’an. Sedangkan maksud dzikir adalah shalat sudah masuk dalam makna yang pertama. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil – Tafsir Ali ‘Imran, hlm. 512-513.
Dalil yang menunjukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus berdzikir dalam keadaan apa pun adalah hadits berikut ini.
Dari ‘Imran bin Hushain yang punya penyakit bawasir (ambeien), ia menanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai shalatnya, beliau pun bersabda,
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak mampu, maka sambil duduk. Jika tidak mampu, maka sambil berbaring (ke samping).” (HR. Bukhari, no. 1117). Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya (2:386) menyatakan bahwa yang dimaksud adalah beliau tidak memutus dzikir beliau dalam keadaan apa pun baik dengan hati dan lisan.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi:
- At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil – Tafsir Ali ‘Imran. Cetakan kedua, Tahun 1422 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
—
Disusun di Pesantren Darush Sholihin, 16 Shafar 1440 H (Kamis Sore)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com