Hukum Menghadiri Jamuan yang Disediakan Khamr

Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id

 

Hadits-hadits yang Berisi Larangan Menghadiri Jamuan Makan yang Disediakan Khamr

Dari sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَطْعَمَيْنِ عَنْ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ وَأَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari dua tempat makan; (1) duduk menghadap hidangan yang di dalamnya diminum (dihidangkan) khamr; dan (2) seseorang makan dalam keadaan tengkurap.” (HR. Abu Dawud no. 3774, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Dalam riwayat lain disebutkan,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالْخَمْرِ

“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah duduk di dekat meja yang di atasnya diedarkan khamr.” (HR. At-Tirmidzi no. 2801 dan Ahmad no. 14241, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Sebab atau Hikmah Larangan

Hadits-hadits di atas jelas dan tegas menunjukkan larangan menghadiri jamuan makan yang di dalamnya disediakan khamr. Sebab larangan tersebut adalah karena jika ikut duduk dan menikmati jamuan tersebut (meskipun kita tidak ikut minum khamr), maka hal itu menunjukkan bahwa hati kita ridha dengan kemungkaran tersebut dan menyetujuinya. Demikian pula jika yang ikut dihidangkan adalah makanan dan minuman lain yang haram (selain khamr), misalnya babi, dan kita mengetahuinya.

Hadits di atas perlu diperhatikan oleh setiap muslim, lebih-lebih lagi mereka yang sedang menempuh studi atau bekerja di negeri-negeri kafir. Tidak jarang ada undangan jamuan makan, entah bentuknya makan siang atau makan malam, dan tentu saja di dalamnya disajikan khamr, makanan yang berasal dari babi, dan makanan/minuman haram sebagainya. Seorang muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, tentu saja tidak akan meremehkan dan menyepelekan larangan tersebut.

Hal ini sebagaimana larangan untuk duduk-duduk di suatu majelis yang di dalamnya berisi olok-olok dan candaan terhadap ayat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olok ayat-ayat kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (QS. Al-An’am [6]: 68)

Dikecualikan dalam larangan tersebut adalah jika hadir dalam rangka menjelaskan kebatilan perbuatan tersebut, dalam rangka menasihati, atau dalam rangka memperbaiki sehingga mereka meninggalkan maksiat tersebut. Lebih-lebih lagi jika yang mengundangnya tersebut adalah saudara sesama muslim, namun terjerumus dalam maksiat semacam ini. Adapun jika hadir sekedar ingin menikmati (meskipun dia hanya makan minum yang halal), maka tetap terlarang. Wallahu Ta’ala a’lam.

[Selesai]

***

@Rumah Lendah, 15 Jumadil akhir 1441/ 9 Februari 2020

Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id