🌍 BimbinganIslam.com

Kamis, 03 Shafar 1438 H / 03 November 2016 M

👤 Ustadz Nuzul Dzikri, Lc

📔 Materi Tematik | Adab Dan Hukum Di Sosial Media (Bagian 09)

⬇ Download Audio: 

———————————–

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Bapak-bapak, ibu-ibu, rekan-rekan, ikhwān dan akhwāt yang saya muliakan, kita masih berbicara tentang adab dan hukum yang berkaitan dengan sosial media.

(10) Point yang kesepuluh: JANGAN MEMBAHAS MASALAH BESAR

Point yang berikutnya, masalah-masalah yang besar dikembalikan kepada ulama, jangan dibahas di grup. Harus dikembalikan kepada para ulama, kepada ahli ilmu, kepada ulil amri.

Allāh berfirman dalam surat An Nisā ayat 83:

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ ۗ

“Orang-orang munafik itu kalau dapat isu besar yang berkaitan dengan stabilitas keamanan dan kekhawatiran, mereka langsung menyebarkannya. Kalau saja mereka kembalikan itu kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan ulil amri, maka para pakar itu bisa mendudukkan masalahnya dan bisa menyelesaikan masalah tersebut.”

Orang-orang munafik itu kalau dapat isu (skandal, berita) besar yang berkaitan dengan stabilitas keamanan dan kekhawatiran, mereka langsung men-share (langsung diangkat, kalau sekarang kita di-share di grup, disebarkan). Kalau saja mereka kembalikan itu kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan ulil amri (para pakar, para ulama, para umara) maka para pakar itu bisa mendudukkan masalahnya dan bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Setiap masalah yang berkaitan dengan stabilitas keamanan masalah besar atau masalah kecil? Masalah besar.

Oleh karena itu salah satu adab dan hukum Facebook kita, tidak boleh berisi masalah besar kecuali yang sudah bahas oleh ulama. Adapun para member, tutup. Masalah-masalah besar yang berkaitan dengan ummat, berkaitan dengan isu nasional itu dikembalikan kepada ulama. Orang awam tidak boleh comment dalam masalah-masalah besar.

 

(11) Point yang kesebelas: DAKWAH

Sosmed adalah media dakwah yang sangat ampuh, yang sangat mujarab.

Dan pada kesempatan kali ini tidak lupa kita ucapkan jazakumullah khairan dan jazakunnallah khairan bagi ikhwān-ikhwān, bapak-bapak, ibu-ibu, dan akhwāt-akhwāt yang telah mendukung dakwah melalui sosmed yang mereka punya di grup-grup mereka atau di Facebook mereka atau di Twitter mereka dan lain sebagainya.

Dan itulah salah satu fungsi dari sosmed yaitu agar kita mendapatkan pahala dari Allah Subhānahu wa Ta’āla.

Namun yang saya ingin tekankan agar kita benar-benar dapat pahala dari dakwah kita di sosmed, bukan justru menjadi bumerang bagi kita, Ada beberapa rambu yang hendaknya kita tekankan.

Yang pertama selektiflah dalam memposting artikel dan selektiflah dalam memilih penulisnya. Jangan asal-asalan.

Telah berkata Muhammad Bin Sirin dalam Muqadimah Shahih Muslim:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم.

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama kalian, maka selektiflah (lihatlah) dari mana anda mengambilkan agama tersebut.”

Hanya pihak-pihak yang punya kapasitas dan integritas, secara ilmu dia kuat, secara akhlak dia baik, iItulah yang diambil. Jangan semuanya posting, posting, posting dan posting. “Oh, kalau di grup kami ustadz, semuanya bisa, dari segala macam kalangan”.Ini tidak boleh. Muhammad Bin Sirin mengatakan, “Selektiflah.”

Sebagaian para sahabat mengatakan, “Ilmu agamamu, ilmu agamamu. Karena sesungguhnya ilmu agamamu adalah darah dagingmu.”

 خُذْ عَنِ الَّذِينَ اسْتَقَامُوا ، وَلا تَأْخُذْ عَنِ الَّذِينَ مَالُوا

“Ambil dari orang-orang yang istiqomah, dan jangan ambil dari orang-orang yang menyimpang.”

Makanya, salah satu tanda-tanda hari kiamat,  dan tanda ini tercela, Nabi bersabda dalam hadits lewat Imam Ibnu Mubarak:

من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر

“Diantara tanda-tanda hari kiamat, ilmu itu diambil dari orang kecil.” (Silsilah ash shahihah 309-310)

Apa yang dimaksud orang kecil?

Yang pertama kata Ibnu Mubarak, orang-orang yang menyimpang tapi dijadikan referensi. Artikelnya disebar, di-share.

Yang kedua, dia tidak menyimpang, tapi dia tidak punya kapasitas untuk mengajar.

Dia tidak punya kapasitas untuk membuat artikel tapi maksa. Itu orang kecil, tidak boleh.

“Tapi kan dia masih ahlu sunnah.”. Iya kita tahu dia ahlu sunnah, tapi apa kapasitasnya Saya ingin tanya, apakah setiap orang boleh jadi dokter? Tidak. “Tapi dia ingin dakwah.” Setuju. Anda hobi kesehatan, apakah besok Anda boleh buka praktik? Tidak. Anda harus belajar dulu. Silakan belajar kalau sudah matang baru anda menyampaikan ilmu tersebut.

Jadi, pertama yang perlu ditekankan: Pastikan artikelnya, pengisinya benar-benar sesuai dengan konsep para ulama dan harus selektif. Apabila kita menjadi admin, kita mengelola sebuah grup atau kita punya Facebook dan Twitter, pastikan kata-kata mutiara yang kita masukkan berasal dari orang-orang  yang punya kapasitas ilmu, jangan terima semuanya, selektif.

Kalau anda cocok dengan gaya bicara seseorang, ya sudah berteman saja dengan dia. Tapi jangan jadikan sebagai sumber ilmu kecuali dia punya kapasitas. Ini masalah akhirat, selektiflah dalam masalah ini, ini penting, pastikan.

Kata Al Imam An Nawawi, dan ini juga penjelasan Syaikh Syatri, salah satu pakar ushul fiqh yang ada pada saat ini:

“Kalau kita tidak tahu, tanya dan minta rekomendasi kepada ahli ilmu, karena rekomendasi itu konsep para ulama.”

Imam Malik mengatakan:

 ما أفتيت حتى شهد لي سبعون أني أهل لذلك

“Aku tidak berani mengisi kajian atau berfatwa sampai ada tujuh puluh ulama yang merekomendasikan saya pantas untuk mengisi kajian atau berfatwa.” (Hilyatul Auliya’, bab tentang Malik bin Anas)

Itu Imam Malik, minta rekomendasi dulu. Saya ini pantas tidak mengisi, saya pantas tidak membuat artikel.

Imam Syafi’i tidak berani mengisi kajian di masjidil Haram sampai dapat rekomendasi dari siapa? dari mufti Mekkah pada saat itu, Khalid Al Jinji.

Itu ulama, minta rekomendasi. Orang awam tidak bisa menilai ustadz, sebagaimana pasien tidak bisa menilai diagnosa seorang dokter. Makanya kita butuh second opinion atau third opinion dalam dunia kesehatan. Karena kita tidak bisa memilah-milih ini benar atau tidak.

Begitu juga dengan orang awam. Orang awam bisa menilai retorika seorang ustadz, bisa menilai gaya, tulisan seorang ustadz. Tapi konten, validitas, benar atau tidak, itu bukan ranah orang awam.

Tidak bisa kita menilai kekuatan ilmiah seorang ustadz, yang bisa menilai adalah ustadz yang lain.

Tanya kepada guru-guru kita yang ilmunya matang, objektif dan bijak dalam menilai.

Wallāhu Ta’āla A’lam bish Shawwab.

Baca juga :

____________

Mari bersama mengambil peran dalam dakwah…

Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

  1. Pembangunan & Pengembangan 100 Rumah Tahfizh
  2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
  3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :

http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah

🌎 www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q

——————————————