3 Wasiat untuk Para Penuntut Ilmu

Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu (agama), maka akan Allah Ta’ala mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 2699)

Mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala

Mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala dalam menuntut ilmu agama adalah dengan meniatkan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri, kemudian mengangkat kebodohan dari orang lain. Karena asal usul manusia adalah berada dalam kebodohan. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl [16]: 78)

Menuntut ilmu agama adalah ibadah, karena Allah Ta’ala yang memerintahkannya dalam firman-Nya,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Ketahuilah (ilmuilah) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.” (QS. Muhammad [47]: 19)

Dan juga dalam firman-Nya,

اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah [5]: 98)

Dan setiap yang Allah Ta’ala perintahkan adalah ibadah. Oleh karena itu, menuntit ilmu (belajar) di majelis pengajian atau di bangku sekolah resmi (universitas, misalnya) bernilai ibadah jika diikhlaskan niatnya untuk Allah Ta’ala.

Menuntut ilmu agama juga bagian dari jihad fi sabilillah, sebagaimana firman-Nya,

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi orang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah [9]: 122)

 

Mengamalkan ilmu agama

Amal adalah buah dari ilmu. Amal adalah sebab terjaganya ilmu, dan juga sebab bertambahnya ilmu. Sebagaimana perkataan Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah, 

العلم يهتف بالعمل فإن أجابه وإلا ارتحل

“Ilmu itu akan memanggil amal. Jika amal menyambutnya, (maka ilmu akan terjaga). (Jika amal tidak menyambutnya), ilmu pun pergi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi, 1: 706)

Siapa saja yang tidak mengamalkan ilmu, dia berhak mendapatkan hukuman. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa memohon perlindungan (isti’adzah) dari ilmu yang tidak diamalkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ، وَالْبُخْلِ، وَالْهَرَمِ، وَعَذَابِ، الْقَبْرِ اللهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا

“Ya Allah, ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, ketakutan, kekikiran, kepikunan, dan siksa kubur. Ya Allah, ya Tuhanku, berikanlah ketakwaan kepada jiwaku, sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik Dzat yang dapat mensucikannya, Engkaulah yang menguasai dan yang menjaganya. Ya Allah, ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak berguna (tidak bermanfaat), hati yang tidak khusyuk, diri yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak terkabulkan.’” (HR. Muslim no. 2722)

Setiap kita hendaknya berdoa kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan manfaat dari ilmu yang telah dipelajari, yaitu dengan mengamalkannya, dan untuk mengajarkan kita ilmu yang bermanfaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa,

اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدْنِي عِلْمًا

“Ya Allah, berilah manfaat dari ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku. Ajarkanlah kepadaku ilmu yang bermanfaat. Dan tambahkanlah ilmu untukku.” (HR. Tirmidzi no. 3599 dan Ibnu Majah no. 251 dan no. 3833, shahih)

 

Mendakwahkan ilmu yang telah dipelajari

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah, “Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf [12]: 108)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 187)

Ayat di atas, meskipun pada asalnya berkaitan dengan ahlul kitab, namun berlaku umum untuk umat Islam juga.

Siapa saja yang tidak mengamalkan ilmunya, dia akan mendapatkan hukuman dengan dicabutnya ilmu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami laknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya.” (QS. Al-Maidah [5]: 13)

 

[Selesai]

***

@Kantor Mikro Jogja, 28 Syawal 1441/ 20 Juni 2020

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Referensi:

Taqyiidusy Syawaarid minal Qawaa’id wal Fawaaid, karya Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rajihi, hal. 12-14.